Oleh: Agustian Deny Ardiansyah
Jum'at 18 Februari 2023, 05:56 WIB
![]() |
Presiden Joko Widodo menghadiri HUT PGRI Tahun 2022 |
Saya yakin semua orang pasti mengenalnya, bahkan penduduk langitpun mengenalinya.
Ya, karena guru adalah penebar ilmu, kebaikan, dan penjaga generasi.
Presiden untuk jadi presiden harus berguru dengan guru, Gubernur untuk jadi gubernur harus berguru dengan guru.
Menteri, bupati, dewan, kepala dinas, ASN, direktur, dan Yusuf Baharruddin Habibi manusia tercerdas di negeri ini juga bersinggungan dengan guru.
Iya guru, yang setiap pagi hadir di kelas mengajar berbagai ilmu.
Tanpa guru entah jadi apa hidup kita.
Tanpa guru entah jadi apa hidup kita.
Tanpa guru mungkin baca tulis itu ilusi.
Tanpa guru orang seperti Habibi mungkin tak terlihat.
Tanpa guru mungkin negeri ini tak serupa sekarang.
Karena guru adalah jantung dari segala jantung generasi.
Tak lekang, tak tergantikan walau telah sampai di liang lahat.
Jasa guru tak pernah pudar, layu, atau mati.
Terus tumbuh berkembang dan menjadi inspirasi, tak hilang dan menjadi jariah bagi sang guru.
Hebat, luar biasa tepatnya, karena guru adalah peracik cipta, rasa, dan karsa (budaya) untuk setiap orang yang diajarnya.
Guru itu ya guru, bukan guru ASN (PNS/P3K) atau guru honor (PHL) atau guru swasta, tidak ada bedanya.
Semua sama, orang yang mengajar atau mendidik adalah guru, coba saja lihat padanan bahasa India tentang guru, suci, mulia, dan terhormat.
Tidak ada tingkatan bagi guru, sama dan menyetarakan.
Tidak ada tingkatan bagi guru, sama dan menyetarakan.
Tapi aneh tak banyak orang mengenal guru, tak banyak yang tau tentang guru, atau tak mau tau tentang guru.
Padahal kita sangat dekat dengan guru.
PAUD, TK, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA, PTN/PTS semua bersinggungan dengan guru.
Merasakan getaranya, dan merasakan manfaatnya, tidak terbantahkan dan pasti.
Aneh, tak merasa atau kurang merasa atau kaget dengan rasa karena tak terasa.
Aneh, tak merasa atau kurang merasa atau kaget dengan rasa karena tak terasa.
Getaran yang harusnya dekat tersebut terasa jauh padahal generasi setelah meraka juga harus mengulang siklus yang sama untuk menjadi manusia yang puya cipta, rasa, dan karsa -berbudaya- bersama guru.
Bahkan setiap pagi ketika kita mengantarkan generasi penerus menuju lumbung ilmu ada guru yang mengulurkan tanganya untuk menyabut kedatanganya.
Guru mutiara tak ternilai dan siswa genarasi dari hasil cipta, rasa, dan karsa (budaya) seorang guru.
Guru mutiara tak ternilai dan siswa genarasi dari hasil cipta, rasa, dan karsa (budaya) seorang guru.
Maestro kehidupan pecipta segala rupa kepemimpinan.
Maka selayaknya guru menjadi prioritas utama sebelum prioritas ke 2 atau ke 3 atau jangan-jangan tidak diprioritaskan sama sekali.
Kaisar Jepang Hirohito, setelah segala hal yang melanda negerinya, tepatnya 6 dan 9 Agustus 45.
Nuklir menghantam langit Hirosima dan Nagasaki hingga hancur luluh lantah tak tersisa serta menandai awal kemerdekaan bangsa kita.
Prioritaskan Kaisar Hirohito bukan bagaimana membangun kembali, bukan bagaimana menyusun kembali.
Prioritaskan Kaisar Hirohito bukan bagaimana membangun kembali, bukan bagaimana menyusun kembali.
Tapi masih berapa guru yang tersisa, masih berapa nilai-nilai penyambung generasi yang masih bernafas.
Akhirnya pada hari ini kita melihat Jepang lebih superior dan berkualitas, bukan hanya pada infrastruktur, teknologi dan informasi, namun juga pada pengembangan Sumber Daya Manusianya.
Bahkan negara-negara yang dulu meminta kita untuk mendatangkan guru-guru kita kenegara mereka sekarang kita yang mengagung-agungkan pendidikan mereka.
Bahkan negara-negara yang dulu meminta kita untuk mendatangkan guru-guru kita kenegara mereka sekarang kita yang mengagung-agungkan pendidikan mereka.
Bahkan tak jarang kita yang harus kesana untuk hanya sekeder belajar etika dan moral mengajar.
Ini menunjukan kita mengalami kemandekan, keajegan dalam bahasa lebih keren stagnan atau negeri ini telah lupa dimana guru harus ditempatkan.
Guru itu bukan hanya pembuat administrasi, pemenuh jam belajar, atau pembuat nilai peserta didik.
Guru itu bukan hanya pembuat administrasi, pemenuh jam belajar, atau pembuat nilai peserta didik.
Lebih dari itu, mereka pejuang, mujahid, dan perakit produk berfikir untuk bermanfaat bagi seluruh umat.
Maka guru itu tidak tergantikan, harus diprioritaskan, dan dinomor satukan.
Bukan hanya guru ASN (PNS atau P3K) tapi semua guru, baik guru honor (honorer) dan guru swasta.
Karena beban mereka sama, tidak berbeda.
Pengajar moral, etika, dan ilmu.
Guru adalah penyumbang generasi dan tanpa guru kita tiada.
Terimakasih guru. (Agustian Deny Ardiansyah)
6 comments
Hidup Guru !!
hidup dan semangat
semoga kita mampu menjadi guru tangguh berhati cahaya.
Perkembangan IA mengancam keberadaan guru ?
Keren dan bangga menjadi guru😍💪
Guru adalah Arsitek Peradaban
Terimakasih sudah memberikan masukan dan saran
EmoticonEmoticon