Kehangatan Hati Air Panas Nyelanding

- 07.25
advertise here
Oleh: Toni Pratama (Penulis Buku Cinta Di Bawah Tudung Saji Terbitan Gramedia)
Rabu, 4 Desember 2024, 7:22 WIB

Air Panas Nyelanding (Sumber: trevel.tribunnews.com)

Pada zaman dahulu  di sebuah desa yang damai di Pulau Bangka bagian selatan, hiduplah seorang pemuda yang baik hati dan sangat dermawan. Walaupun hidup sederhana dengan berladang jabak, sejenis gandum, tapi kemurahan hatinya untuk selalu berbagi rejeki dan menolong sesama orang sekampung sangat menggugah hati. Pemuda itu bernama Bujang Nyelanding.

Hari sudah senja. Bujang Nyelanding bermaksud segera pulang setelah seharian ikut upacara adat Hikuk Halawang di desanya. Dalam perjalanannya itu, ia berjumpa dengan seorang nenek tua yang tersesat dan kelaparan. Tersentuh hatinya untuk menolong nenek itu yang terlihat sedang kebingungan.

“Nenek pasti belum makan, ya? Ayo kita makan dulu di pondok aku!”ajak Bujang Nyelanding. 

Bujang Nyelanding membawa nenek tua itu ke pondoknya yang sederhana. Dengan penuh kasih sayang, Bujang Nyelanding menyuapi nenek tua itu makanan berupa bubur jabak hasil dari ladangnya.

“Terima kasih sudah memberi nenek makananmu, ya, Nak! Kamu baik sekali! Nenek sudah cukup kenyang. Tapi, badan nenek terasa kotor. Di manakah nenek bisa membersihkan diri?” tanya nenek tua tersebut.

“Nenek bisa mandi dan membersihkan diri ke tumbek yang ada di belakang pondokku ini,” jawab Bujang Nyelanding. Tumbek di belakang pondok Bujang Nyelanding tak seberapa besar. Hanya sebuah danau kecil saja.

“Baiklah, nenek akan ke sana.”

“Apakah Nenek sudah cukup kuat untuk ke tumbek sendiri?” tanya Bujang Nyelanding khawatir.

“Tentu saja. Kamu tunggu di pondok saja. Nenek tak akan lama,” jawab sang Nenek.

Tak berapa lama kemudian, sang nenek kembali ke pondok, namun dengan rupa yang sangat berbeda. Alangkah terkejutnya Bujang Nyelanding saat ada seorang gadis yang cantik jelita memasuki pondoknya.

“Kaa..kaa..Kaamuu..Kamu siapa?”tanya Bujang Nyelanding gugup.

“Aku Dayang Aluk, nenek tua yang kamu suapi makan bubur tadi,”jawab gadis itu sambil tersenyum.

“Bagaimana mungkin?” sanggah Bujang Nyelanding tak percaya.

“Aku sengaja menyamar menjadi seorang nenek tua untuk merasakan kebaikan hatimu yang selalu dibicarakan orang-orang,” jelas Dayang Aluk.

Melihat kecantikan dan keanggunan Dayang Aluk, Bujang Nyelanding langsung jatuh hati dan berniat memperistrikannya. Dayang Aluk bersedia menjadi istri baginya dengan satu syarat yang harus dipatuhi oleh Bujang Nyelanding.

“Aluk ikhlas menjadi istri Abang. Aluk hanya minta Abang mau berjanji satu hal saja buat Aluk.”

“Janji apa, Dek?”

“Abang jangan masuk ke dapur,ya!”

“Oh.. tidak apa-apa. Abang berjanji!”

Tahun berlalu tahun, Bujang Nyelanding dan Dayang Aluk hidup harmonis dan berbahagia. Bujang Nyelanding masih tetap murah hati dan selalu menolong masyarakat yang berkekurangan. Hasil panen jabaknya sebagian besar dibagikan pada warga sekampungnya yang lebih kekurangan darinya.

Anehnya, seberapa pun banyak yang diberikan kepada orang lain, jabak di rumah Bujang Nyelanding tetap masih ada dan berlimpah. Seolah-olah tak pernah habis untuk dibagi. Dayang Aluk pintar sekali mengolah bubur jabak yang enak untuk suaminya sehingga Bujang Nyelanding selalu menantikan makan bubur jabak setiap pulang dari ladangnya.

Suatu hari, timbul rasa penasaran dalam hati Bujang Nyelanding. Sekian lama menikah, Dayang Aluk masih saja melarangnya masuk ke dapur.

  “Apa yang dilakukan istriku di dapur, ya? Mengapa aku tidak boleh melihatnya?”

Karena dorongan rasa penasarannya itu, ia pun langsung masuk ke dapur di saat Dayang Aluk sedang memasak bubur jabak kesukaannya.

Betapa terkejutnya Bujang Nyelanding saat melihat wujud asli dari Dayang Aluk. Ternyata ia adalah seorang peri dengan sayap indah berkilau. Setiap kepakan dari sayapnya menghasilkan bulir-bulir jabak yang berlimpah.

“Abang, kesaktianku ini akan hilang jika dilihat oleh manusia biasa. Bukankah kita sudah sepakat dan dirimu telah berjanji untuk tidak menghampiriku di dapur ini?” tanya Dayang Aluk di sela tangisannya.

Dayang Aluk sangat kecewa kepada Bujang Nyelanding karena sudah melanggar janji mereka. Bubur jabak yang masih panas itu beserta periuknya dibuang ke tumbek di belakang rumah mereka. Dan seketika air tumbek itu berubah menjadi air panas.

“Maafkan aku, Istriku, aku bersalah….aku bersalah ! Huhu..hu..”

Bujang Nyelanding menangis tersedu-sedu dan terus memohon.

“Jangan pergi, Istriku ! Aku mohon ! Aku mencintaimu. Maafkan kekhilafan aku! Hu…hu…hu…”

Bujang Nyelanding sangat menyesali perbuatannya itu. Tapi apa mau dikata, sudah terlanjur. Kesaktian Dayang Aluk yang didapat dari hasil bertapa ratusan tahun, sirna begitu saja oleh kecerobohan suaminya sendiri.

Dayang Aluk pun pergi meninggalkan Bujang Nyelanding dan tak pernah kembali lagi. Kononnya, ia pergi jauh ke sebuah hutan yang kemudian dikenal dengan daerah Kelekak Nek Aluk.

Air tumbek panas bekas buangan bubur jabak itu masih ada dan tetap panas sampai sekarang. Periuk yang dipakai Dayang Aluk untuk memasak yang ikut dibuangnya itu juga berubah menjadi air panas yang dapat diminum dan dipercaya baik untuk kesehatan dan awet muda. Oleh masyarakat setempat, tumbek yang kini sudah mengeluarkan mata air panas  itu kemudian diberi nama Air Panas Nyelanding untuk menghormati Sang Bujang yang terkenal murah hati.

Sedangkan acara adat Hikuk Halawang juga masih terus dilestarikan oleh warga desa. Acara yang sakral untuk menyambut Tahun Baru Hijriah sekaligus upacara syukur atas panen yang berlimpah serta memanjatkan doa agar kampung mereka terhindar dari musibah dan malapetaka. Pada tradisi turun-temurun itu setiap laki-laki akan berkumpul di balai desa atau di tempat ibadah sambil membawa dulang berisi masakan seekor ayam dan nasi ketan untuk dimakan bersama dengan penuh rasa kekeluargaan. Acara kemudian dilanjutkan dengan saling bersilahturahmi antar kerabat dengan suasana penuh sukacita.

Semenjak ditinggal sang istri tercinta, Bujang Nyelanding kehilangan gairah hidup. Hatinya nelangsa merindukan orang yang sangat dicintainya. Ia sering duduk termenung memandang kolam air panas di belakang gubuknya itu hingga berjam-jam sampai terus meratapi penyesalannya.

Suatu malam, saat ia terlelap dalam tidurnya, Bujang Nyelanding bermimpi bertemu lagi dengan istrinya, Dayang Aluk. Dalam mimpinya, sang istri menyampaikan pesan:

“Kita akan berkumpul kembali jika Abang dapat mempertemukan 1.000 pasang kekasih. Mintalah mereka untuk menghangatkan raga di kolam air panas itu, niscaya cinta mereka akan hangat selamanya!”

            Sejak saat itu, Bujang Nyelanding dipercaya sering menampakkan diri untuk memberi petunjuk soal jodoh kepada muda-mudi yang berbudi pekerti baik. Semoga saja suatu saat nanti, Bujang Nyelanding dapat bersatu Kembali dengan Dayang Aluk, sang istri tercinta!


Terimakasih sudah memberikan masukan dan saran
EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
$-)
(y)
x-)
(k)
This Newest Prev Post
 

Start typing and press Enter to search

Catatan: