Oleh: Agustian Deny Ardiansyah
Opini, Kamis 2 Februari 2023, 05:45 WIB
![]() |
Donasi Gempa Cianjur oleh PGRI |
Peristiwa tersebut seolah mengingatkan kita dengan gempa Aceh disertai tsunami pada Tahun 2004, gempabumi Jateng-DIY pada Tahun 2006 dan gempa Palu pada Tahun 2018 silam.
Gempa tersebut menimbulkan banyak korban jiwa tak terkecuali anak usia sekolah dan menghancurkan ribuan bangunan serta infrastruktur lainya.
Gempabumi Cianjur juga menjadi pengingat bagi Indonesia akan pentingnya kesiapsiagan dalam menghadapi bencana gempabumi.
Gempabumi Cianjur juga menjadi pengingat bagi Indonesia akan pentingnya kesiapsiagan dalam menghadapi bencana gempabumi.
Indonesia merupakan kawasan rawan gempabumi, karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng aktif dunia, yaitu lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan Lempeng Pasifik.
Lempeng Indo Australia bergerak relatif ke utara terhadap lempeng Eurasia tujuh cm dalam satu tahun.
Sedangkan lempeng pasifik serta lempeng philipina di bagian timur bergerak ke barat menumpu di pinggiran lempeng Eurasia sepuluh cm dalam satu tahun.
Kertapati, pergerakan antar lempeng berpotensi membebaskan energi yang telah terkumpul sekian lama secara tiba-tiba dimana proses pelepasan tersebut menimbulkan getaran gempa yang beragam.
Kertapati, pergerakan antar lempeng berpotensi membebaskan energi yang telah terkumpul sekian lama secara tiba-tiba dimana proses pelepasan tersebut menimbulkan getaran gempa yang beragam.
Peristiwa gempabumi merupakan peristiwa alam yang sampai sekarang belum dapat diperkirakan kapan dan berapa kekuatan gempa terjadi.
Oleh karena itu kita hanya bisa melakukan kesiapsiagaan dalam menghadapinya.
Kesiapsiagaan bencana merupakan tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu menanggapai situasi bencana secara cepat dan tepat guna.
Kesiapsiagaan bencana merupakan tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu menanggapai situasi bencana secara cepat dan tepat guna.
Uraian kesiapsiagaan di atas memberi arti, kesiapsiagaan bencana tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi semua elemen masyarakat.
Tak terkecuali kita yang diharapkan mampu meminimalisir dampak (baik korban jiwa maupun material) akibat bencana.
Namun, apakah setiap individu masyarakat Indonesia telah memiliki pemahaman dalam melakukan kesiapsiagaan menghadapi bencana gempabumi? .
Namun, apakah setiap individu masyarakat Indonesia telah memiliki pemahaman dalam melakukan kesiapsiagaan menghadapi bencana gempabumi? .
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Tahun 2006 melakukan Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Mengantisipasi Bencana Gempabumi dan Tsunami.
Kajian LIPI menarik kesimpulan, kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana gempabumi masih sangat rendah.
Kajian LIPI menarik kesimpulan, kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana gempabumi masih sangat rendah.
Hal tersebut dikarenakan masyarakat tidak mengenali potensi bencana gempabumi di lingkungan tempat tinggalnya.
Hal itu ditunjukan dengan minimnya kebijakan dari pemerintah setempat dalam kesiapsiagaan menghadapi gempabumi.
Terlebih pada pemahaman masyarakat pada tindakan penanggulangan bencana gempabumi yang meliputi pra, saat, dan pasca terjadi bencana gempabumi.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memberikan sering informasi bagi siswa melalui aktivitas belajar-mengajar untuk mengkaji ilmu pengetahuan.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memberikan sering informasi bagi siswa melalui aktivitas belajar-mengajar untuk mengkaji ilmu pengetahuan.
Sekolah juga lembaga yang aktif dalam merubah paradigma, dari cara berfikir konvensional menjadi moderen.
Hal itu kemudian diharapkan mampu memberi kontribusi nyata dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Sekolah dalam prespektif kajian pendidikan bencana, merupakan lembaga yang sangat efektif dalam menularkan informasi kesiapsiagaan dan penanggulangan dalam menghadapi bencana.
Sekolah lebih mudah untuk melakukan tular informasi bencana kepada siswa yang kemudian ditransfer pada khayalak umum melalui kegiatan siswa di masyarakat.
Pendidikan kesiapsiagaan bencana gempabumi di sekolah juga selaras dengan amanat UUD No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana.
Dimana UUD tersebut mewacanakan setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan ketrampilan mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Baik dalam situasi tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat potensi bencana.
Melalui pendidikan diharapkan upaya kesiapsiagaan menghadapi bencana gempabumi dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat dikenalkan secara lebih dini bagi siswa.
Pendidikan dasar kesiapsiagan bencana gempabumi dapat dilakukan dengan lima langkah.
Pertama, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa dalam memahami bencana gempabumi.
Langkah pertama merujuk pada pengetahuan dan ketrampilan siswa dalam membangun kemampuan terhadap ancaman atau potensi bencana gempabumi.
Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan siswa dapat dilakukan dengan cara menempelkan poster, mading, dan informasi yang berkaitan degan bencana gempabumi di lingkungan sekolah.
Melakukan workshop/sosialisasi bagi siswa tentang bencana gempabumi dengan menggandeng Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) atau Tim Tagana.
Bentuk pelatihan berisi materi-materi tentang bencana gempabumi, penanggulangan bencana gempabumi dari pra, saat, pasca dan materi penyelamatan diri ketika terjadi bencana gempabumi.
Kedua, adanya rencana tanggap darurat di sekolah. Langkah kedua merujuk pada rencana tindakan cepat dan tepat guna sekolah pada saat terjadi bencana gempabumi.
Rencana tanggap darurat dapat dilakukan dengan membuat jalur evakuasi di lingkungan sekolah.
Jalur evakuasi memuat denah yang menunjukan jalan evakuasi dan tempat berkumpul di lingkungan sekolah bila terjadi bencana gempabumi.
Jalur evakuasi bisa dipasang di kelas dan tempat strategis agar siswa mudah melihatnya dan memahaminya.
Rencana tanggap darurat dapat dilakukan dengan mempersiapkan TIM P3K dengan induk Unit Kesehatan Sekolah dan peralatan pertolongan pertama untuk menjadi bagian pertolongan secara cepat bila sewaktu-waktu terjadi bencana gempabumi.
Persiapam TIM P3K dilakukan dengan menggandeng anggota tim penanggulangan bencana daerah untuk melakukan pelatihan pertolongan pertama bila terjadi bencana gempabumi di sekolah.
Ketiga, adanya sistem peringatan bencana di sekolah.
Langkah ketiga merujuk pada kemampuan sekolah dalam membentuk suatu sistem baik berupa alat maupun komunikasi, dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa dalam mengahadapi bencana gempabumi.
Sistem peringatan bencana dapat dilakukan dengan membuat sumber informasi bencana misalnya: bel, sirine, lonceng, atau kentongan.
Adanya layanan informasi sekolah baik berupa media elektronik dan cetak serta no penting (Polisi, BPBD, Tim Tagana, Pemadam Kebakaran) yang dapat memberikan informasi tentang peringatan gempabumi.
Adanya layanan informasi sekolah baik berupa media elektronik dan cetak serta no penting (Polisi, BPBD, Tim Tagana, Pemadam Kebakaran) yang dapat memberikan informasi tentang peringatan gempabumi.
Pemberlakuan sistem peringatan bencana harus di sosialisasikan dan disepakati oleh siswa dan warga sekolah agar terjadi kesepahaman langkah penginformasian peringatan bencana gempabumi.
Keempat, mobilisasi sumber daya. Langkah keempat merujuk pada kemampuan sekolah dalam menyiapkan sumber daya manusia, sarana, serta finansial dalam rangka kesispsiagaan menghadapi bencana gempabumi.
Keempat, mobilisasi sumber daya. Langkah keempat merujuk pada kemampuan sekolah dalam menyiapkan sumber daya manusia, sarana, serta finansial dalam rangka kesispsiagaan menghadapi bencana gempabumi.
Mobilisasi sumber daya dapat dilakukan dengan melakukan simulasi terjadinya bencana gempabumi dengan menggandeng Badan Peanggulangan Bencana Daerah (BPBD) atau Tim Tagana yang diikuti oleh siswa dan warga sekolah.
Membentuk Tim tanggap bencana yang disalurkan pada kegiatan ekstrakulikuler pramuka.
Membentuk Tim tanggap bencana yang disalurkan pada kegiatan ekstrakulikuler pramuka.
Hal tersebut bertujuan membekali siswa akan langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan kesiapsiagaan bencana gempabumi.
Utamanya pada penanggulangan bencana gempabumi pada tahap sebelum, saat,dan setelah bencana gempabumi terjadi.
Kelima, kebijakan dan panduan.
Kelima, kebijakan dan panduan.
Langkah kelima merujuk pada kebijakan dan panduan sekolah dalam mengintegrasikan muatan pendidikan bencana gempabumi dalam pembelajaran siswa di dalam kelas.
Kebijakan pengintegrasian muatan materi bencana gempabumi dapat dilakukan pada tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah Atas/Kejuruan.
Hal itu dilakukan dengan mengintegrasikan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Geografi atau mata pelajaran lain yang relevan.
Muatan materi kesiapsiagaan bencana gempabumi dapat diajarkan pada sub pembahasan proses pembentukan muka bumi serta mitigasi dan adaptasi bencana alam di permukaan bumi.
Mutan kedua materi tersebut, bisa ditambahkan guru tentang daerah rawan bencana gempabumi di Indonesia, langkah-langkah kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana gempabumi.
Peran aktif sekolah dalam pendidikan kesiapsiagaan dan bencana gempabumi, diharapkan mampu menambah wawasan dan kemampuan siswa, sehingga dapat meminimalisasi korban jiwa akibat bencana gempabumi. Amin Ya Robal Alamin. (Agustian Deny Ardiansyah)
Peran aktif sekolah dalam pendidikan kesiapsiagaan dan bencana gempabumi, diharapkan mampu menambah wawasan dan kemampuan siswa, sehingga dapat meminimalisasi korban jiwa akibat bencana gempabumi. Amin Ya Robal Alamin. (Agustian Deny Ardiansyah)
2 comments
Semangat 💪
Terimakasih sudah memberikan masukan dan saran
EmoticonEmoticon