Oleh: Agustian Deny Ardiansyah, S.Pd (Guru SMP Negeri 2 Lepar)
Selasa 21 Februari 2023, 04:00 WIB
![]() |
Aktifitas nganggung |
Karakteristik Pulau Bangka sebagai wilayah kepulauan, menjadikan Pulau Bangka pintu gerbang masuknya berbagai suku dan etnis.
Terlebih setelah Pulau Bangka mengalami pemekaran pada Tahun 2003, membuat Pulau Bangka secara administratif terbagi atas empat kabupaten dan satu kota.
Terlebih setelah Pulau Bangka mengalami pemekaran pada Tahun 2003, membuat Pulau Bangka secara administratif terbagi atas empat kabupaten dan satu kota.
Pemekaran tersebut menghasilkan Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangka Selatan, dan Kota Pangkalpinang.
Pemekaran juga menjadikan Pulau Bangka tujuan pendatang dari berbagai suku dan etnis, sehingga rentan pembauran akulturasi budaya.
Suku dan etnis tersebut meliputi, Suku Melayu,Sunda, Suku Jawa, Suku Bugis, Suku Madura dan Etnis Tionghoa.
Berbagai suku dan etnis saling melakukan pembauran yang mengakibatkan akulturasi budaya berbagai suku, dengan unsur utama dari suku melayu.
Ibrahim (2011) mengungkapkan, Pulau Bangka adalah daerah mayoritas suku melayu, yang bercirikan berbahasa melayu, berbudaya melayu, dan beragama Islam.
Komposisi akulturasi budaya antar suku dan etnis dengan unsur utama budaya melayu menghasilkan budaya kemelayuan Pulau Bangka yang khas.
Komposisi akulturasi budaya antar suku dan etnis dengan unsur utama budaya melayu menghasilkan budaya kemelayuan Pulau Bangka yang khas.
S11ehingga dimengerti sebagai bagian tradisi yang dianggap dari ciri kemelayuan, tak terkecuali tradisi Nganggung.
Nganggung adalah sebuah tradisi sekaligus budaya yang mengakar kuat serta telah dilakukan selama puluhan tahun dalam tatanan kehidupan masyarakat Pulau Bangka.
Nganggung secara etimologi berasal dari bahas melayu, anggung yang artinya menggotong sesuatu.
Nganggung secara etimologi berasal dari bahas melayu, anggung yang artinya menggotong sesuatu.
Nganggung dalam masyarakat Pulau Bangka dipahami sebagai sebuah kegiatan membawa makan yang ditempatkan pada dulang/nampan dan ditutupi dengan tudung saji yang terbuat dari anyaman daun kelapa.
Hal tersebut dilakukan dengan cara menggotong dulang dari rumah menuju suatu tempat yang telah disepakati warga.
Tujuan utama penganggung biasanya menuju suarau atau masjid.
Penganggung atau orang yang melakukan Nganggung biasanya memakai peci, baju koko, dan sarung.
Penganggung biasanya membawa makanan tradisional yang diisikan dalam dulang/nampan.
Makanan tradisional tersebut seperti, mi kuah, tekwan, lempah kuning, empek-empek, dan makanan yang secara umum dikenal di daerah lain.
Makanan tradisional tersebut seperti, mi kuah, tekwan, lempah kuning, empek-empek, dan makanan yang secara umum dikenal di daerah lain.
Makanan yang dibawa oleh Penganggung sesampainya di tempat tujuan di letakan bersama dengan makan lain.
Makanan tersebut kemudian diletakan secara acak untuk dimakan secara bersama-sama dalam barisan yang rapi dan berjajar dengan saling berhadap-hadapan.
Nganggung biasanya dilakukan dengan dipimpin oleh seorang pemuka agama untuk melantunkan doa bersama dan kadang diselingi dengan ceramah.
Nganggung tidak dilakukan di setiap waktu tetapi biasanya dilakukan pada hari-hari besar umat Islam, seperti Maulid Nabi Muhammmad SAW, menyambut Perayaan Idul Fitri, Perayaan Idul Adha, dan Ruwah.
Nganggung tidak dilakukan di setiap waktu tetapi biasanya dilakukan pada hari-hari besar umat Islam, seperti Maulid Nabi Muhammmad SAW, menyambut Perayaan Idul Fitri, Perayaan Idul Adha, dan Ruwah.
Kegiatan Nganggung paling meriah dilakukan ketika Ruwah atau Ruwahan.
Hal tersebut dikarenakan, Ruwah merupakan kegiatan membersihkan makam secara bergotong royong oleh masyarakat di Pulau Bangka.
Nganggung selain dilakukan pada hari besar umat Islam, juga dilakukan ketika ada saudara yang menjadi bagian dari tengah masyarakat Pulau Bangka meninggal.
Nganggung selain dilakukan pada hari besar umat Islam, juga dilakukan ketika ada saudara yang menjadi bagian dari tengah masyarakat Pulau Bangka meninggal.
Hal tersebut dilakukan dengan cara menganggung secara bergiliran kepada keluarga yang ditinggalkan untuk meringankan beban.
Cerminan tradisi nganggung yang dipaparkan di atas, adalah bentuk kerukunan dan kebersamaan dalam komunitas masyarakat Pulau Bangka.
Nganggung dalam perkembanganya tidak hanya dimiliki oleh masyarakat Pulau Bangka.
Nganggung dalam perkembanganya tidak hanya dimiliki oleh masyarakat Pulau Bangka.
Tetapi diadopsi oleh warga pendatang dalam rangka menyesuaikan diri dengan tradisi yang telah mengakar kuat di daerah rantau.
Nganggung dalam perkembangannya juga mengalami pergeseran magna.
Dari tradisi menjadi kegiatan bersama untuk melakukan sebuah acara yang diselenggarakan masyarakat desa, seperti menyambut pejabat.
Pergeseran magna dari tradisi Nganggung memberikan arti.
Nganggung menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas masyarakat dan menjadi bagian dari kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Pulau Bangka.
Nganggung dapat diartikan sebagai kearifan lokal, karena merupakan bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat istiadat dan etika yang diterima oleh masyarakat dan dilakukan secara berulang-ulang.
Surtini (2009) dikutip Ibrahim (2011) Kearifan lokal adalah bagian kebudayaan yang eksistensinya dapat dilihat sebagai kerangka budaya.
Surtini (2009) dikutip Ibrahim (2011) Kearifan lokal adalah bagian kebudayaan yang eksistensinya dapat dilihat sebagai kerangka budaya.
Pengertian tersebut mengandung arti, Nganggung adalah traidisi yang dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat Pulau Bangka dalam kurun waktu lama.
Nganggung juga merupakan budaya, dikarenakan hasil dari gagasan, tindakan, dan karya yang dijadikan milik manusia dengan cara belajar.
Nganggung adalah tradisi dan budaya yang tak-kan lekang oleh waktu, karena merupakan sumber nilai masyarakat Pulau Bangka.
Apresiasi Nganggung sebagai tradisi dan budaya juga dimaktumkan dalam moto Kabupaten Bangka dengan semboyan “selawang sedulang” yang menjadi bukti kongkrit nganggung menjadi identitas masyarakat Pulau Bangka.
Ibrahim (2011) menjelaskan, sebagai bagian dari tradisi dan kebudayaan Nganggung tidak terlepas dari karakter dasarnya yang mengalami pendangkalan pemahaman sekaligus perluasan magna.
Ibrahim (2011) menjelaskan, sebagai bagian dari tradisi dan kebudayaan Nganggung tidak terlepas dari karakter dasarnya yang mengalami pendangkalan pemahaman sekaligus perluasan magna.
Kalimat tersebut merujuk pada istilah penolakan dan penerimaan oleh orang-orang di sekelilingnya, dalam rangka pengembangan dan perubahan tradisi.
Peursen seperti yang dikutip Ibrahim (2011) bahwa kebudayaan harus dinilai.
Penilaian atau evaluasi merupakan tindakan mengkritisi tradisi/kebudayaan baik dalam rangka menerima atau menolak, sehingga tidak mengherankan Nganggungsebagai bagian dari tradisi dan kebudayan mengalami evaluasi dari masyarakat.
Penilaian atau evaluasi merupakan tindakan mengkritisi tradisi/kebudayaan baik dalam rangka menerima atau menolak, sehingga tidak mengherankan Nganggungsebagai bagian dari tradisi dan kebudayan mengalami evaluasi dari masyarakat.
Evaluasi tersebut ditunjukan dengan menyesuaikan kondisi kemajuan zaman ke dalam tradisi Nganggung, sehingga tetap menjaga eksistensisnya di era kekinian ini.
Nganggung perlu dijaga eksistensinya, karena memiliki sumber nilai yang digali dari kehidupan masyarakat Pulau Bangka.
Nganggung perlu dijaga eksistensinya, karena memiliki sumber nilai yang digali dari kehidupan masyarakat Pulau Bangka.
Ibrahim (2011) memaparkan, sumber nilai yang terkandung dalam Nganggung adalah Nilai Religiusitas, Nilai Solidaritas, Nilai Soliditas, Nilai Demokrasi, dan Nilai Keadilan.
Yang jika dilihat secara seksama merefleksikan tatanan nilai yang mengakar kuat pada masyarakat Indonesia, yaitu Pancasila.
Nilai religiusitas adalah nilai dasar Nganggung.
Nilai religiusitas adalah nilai dasar Nganggung.
Nganggung menjadi sarana ibadah masyarakat Pulau Bangka yang dipahami sebagai media interaksi religiusitas.
Melalui Nganggung masyarakat merefleksikan tradisi warisan leluhur menjadi jembatan mendekatkan diri pada Allah SWT.
Pemilihan waktu Nganggung juga menunjukan religiusitas, karena dilaksanakan pada hari-hari besar Agama Islam dan identik dengan surau atau masjid serta dibarengi dengan ceramah dan doa bersama.
Pernyataan di atas dapat dimaknai, ngganggung merupakan bentuk sarana ibadah dalam kehidupan masyarakat Pulau Bangka, dengan tidak mempersoalkan keimanan seseorang tetapi merujuk pada individu yang tetap menjaga tradisi keagamaan.
Pernyataan di atas dapat dimaknai, ngganggung merupakan bentuk sarana ibadah dalam kehidupan masyarakat Pulau Bangka, dengan tidak mempersoalkan keimanan seseorang tetapi merujuk pada individu yang tetap menjaga tradisi keagamaan.
Nilai religiusitas pada nganggung itulah yang membuat masyarakat Pulau Bangka selalu menegakan surau atau masjid di setiap kampung/dusun.
Nilai solidaritas merupakan nilai yang tak terpisahkan dari tradisi nganggung, karena dengan adanya kegiatan nganggung solidaritas secara otomatis terbentuk.
Nilai solidaritas merupakan nilai yang tak terpisahkan dari tradisi nganggung, karena dengan adanya kegiatan nganggung solidaritas secara otomatis terbentuk.
Nilai Solidaritas tercermin dari sikap individu masyarakat yang meletakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
Hal tersebut terlihat ketika seseorang rela meluangkan waktu untuk membuat makanan yang akan disajikan dalam tradisi nganggung.
Nilai solidaritas juga tercermin dari bentuk gotong-royongan Masyarakat Pulau Bangka ketika membawa makanan menuju surau atau masjid, dimana sesampainya di surau atau masjid makanan diletakan tanpa membeda-bedakan golongan.
Nilai solidaritas juga tercermin dari bentuk gotong-royongan Masyarakat Pulau Bangka ketika membawa makanan menuju surau atau masjid, dimana sesampainya di surau atau masjid makanan diletakan tanpa membeda-bedakan golongan.
Nilai solidaritas nganggung memperlihatkan adanya empati dan rasa peduli masyarakat Pulau Bangka terhadap individu satu dengan lainya melalui kegiatan nganggung.
Nilai soliditas merupakan nilai nganggung yang berfungsi mempererat hubungan kebersamaan individu terhadap komunitas masyarakat, hal itu tercermin dari posisi duduk tradisi nganggung yang saling berhadapan.
Nilai soliditas merupakan nilai nganggung yang berfungsi mempererat hubungan kebersamaan individu terhadap komunitas masyarakat, hal itu tercermin dari posisi duduk tradisi nganggung yang saling berhadapan.
Nganggung sebagai pemererat kebersamaan dikarenakan nganggung tidak mengenal perbedaan kelas ekonomi dan latar belakang individu.
Nilai-nilai kebersamaan itulah yang dikenal sebagai alat untuk memperkuat soliditas.
Nilai-nilai kebersamaan itulah yang dikenal sebagai alat untuk memperkuat soliditas.
Nilai yang bila dibiarkan akan tergerus oleh arus perubahan dan menjadikan individu bersikap individualis dan tak lagi melihat kebersamaan sebagai pemersatu hubungan.
Ngangung sebagai bentuk tradisi yang memiliki nilai kebersamaan dan pemersatu harus tetap di jaga eksistensinya untuk menjaga harmonisasi kehidupan sosial.
Nilai demokrasi merupakan nilai nganggung yang memperlihatkan hubungan musyawarah mufakat dalam membahas kepentingan umumdi masyarakat Pulau Bangka.
Nilai demokrasi merupakan nilai nganggung yang memperlihatkan hubungan musyawarah mufakat dalam membahas kepentingan umumdi masyarakat Pulau Bangka.
Nilai demokrasi pada tradisi nganggung memberikan ruang bagi masyarakat untuk memberikan pendapat atas rancangan kegiatan atau pemecahan masalah pada suatu persoalan yang ada di tengah masyarakat Pulau Bangka.
Nilai demokrasi dalam tradisi nganggung tercerim dari aktivitas nganggung yang biasanya diisi dengan ceramah, doa bersma, dan membahas persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakatuntuk dipecahkan secara bersama-sama melalui musyawarah mufakat.
Nilai demokrasi dalam tradisi nganggung tercerim dari aktivitas nganggung yang biasanya diisi dengan ceramah, doa bersma, dan membahas persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakatuntuk dipecahkan secara bersama-sama melalui musyawarah mufakat.
Hal tersebut membuktikan nganggung merupakan cara efektif dalam pengambilan keputusan dengan melibatkan semua elemen masyarakat secara demokratis.
Nilai Keadilan merupakan nilai nganggung yang tercermin dari pembauran peserta nganggung yang tidak tersekat oleh perbedaan status sosial dan ekonomi di masyarakat Pulau Bangka.
Nilai Keadilan merupakan nilai nganggung yang tercermin dari pembauran peserta nganggung yang tidak tersekat oleh perbedaan status sosial dan ekonomi di masyarakat Pulau Bangka.
Hal tersebut memberikan rasa keadilan karena tidak ada pembeda antara masyarakat dengan status sosial pejabat atau masyarakat jelata.
Semua elemen membaur menjadi satu untuk menunjukan sisi religiusitas, solidaritas, soliditas, dan demokrasi.
Nganggung memiliki nilai keadilan karena dalam setiap kegiatan nganggung makanan tidak hanya ditanggung oleh satu orang namun semua warga desa yang berdiam di tempat tersebut baik warga asli atau pendatang.
Nganggung memiliki nilai keadilan karena dalam setiap kegiatan nganggung makanan tidak hanya ditanggung oleh satu orang namun semua warga desa yang berdiam di tempat tersebut baik warga asli atau pendatang.
Hal tersebut memberi makna keadilan karena semua aktivitas pada acara nganggung dipukul rata oleh semua masyarakat tanpa membedakan latar belakang individu.
Nganggung sebagai tradisi, budaya, sumber nilai dan identitas Pulau Bangka.
Nganggung sebagai tradisi, budaya, sumber nilai dan identitas Pulau Bangka.
Harus dijaga eksistensinya dalam kegiatan di dalam masyarakat baik melalui pemerintah, seniman, budayawan, dan para pendidik.
Terlebih nganggung dapat menjadi sarana terbentuknya kerukunan di dalam masyarakat Pulau Bangka. Amin Ya Robal Alamin. (Agustian Deny Ardiansyah)
2 comments
Mantap, luar biasa, kreen,, budaya nganggung inklud berbagai nilai masyarakat
Terimakasih sudah memberikan masukan dan saran
EmoticonEmoticon